Adik Lelaki Saya



Serius, saya nggak punya adik lelaki. Adik saya cuma sebiji. Tak lain tak bukan adalah Gadis Widayanti Alun. Tapi menurut Ibu, saya sebenarnya saya punya adik pria, tetapi adik lelaki saya itu ditakdirkan tidak berumur lama. Setahun setelah saya lahir dan Ibu mengandung. Saat usia kandungannya menginjak sembilan bulan, adik saya itu dilahirkan dalam keadaan tidak bernyawa.

Tapi sekarang saya punya adik lelaki baru. Namanya Benjamin Helmus. Umurnya 22,persis seperti adik lelaki saya yang wafat itu jika ia masih hidup sekarang. Dia orang Belanda. Saya ingat pertama kali kami bertemu di dunia maya melalui situs www.studentbase.com. sebuah situs yang dibuat oleh NUFFIC/NESO untuk mengumpulkan para mahasiswa dan calon mahasiswa yang akan maupun sudah bersekolah di Belanda.



Itu kira-kira tiga atau empat tahun yang lalu. Awalnya hubungan itu hanya berupa teman chatting. Bertukat kisah hidup mahasiswa di Indonesia dan di Belanda. Hubungan pertemanan melalui dunia maya itu pun tak bertahan lama. Ben lama tak tampak online di list teman-teman chatting saya.

Suatu hari setelah saya lulus kuliah dan mulai bekerja sebagau jurnalis, Emoticon hijau MSN milik Ben kembali menyala. Kami pun akhirnya kembali chat seperti biasa. Entah, kali ini hubungan kami makin intensif. Dia nun jauh di sana begitu peduli pada pekerjaan saya. Menaruh perhatian yang luar biasa besar pada kehidupan saya.

Dialah satu-satunya orang yang setiap kali saya selesai menulis artikel, meminta saya mengirimkan hasil tullisan saya itu. Tulisan saya jelas dalam bahasa Indonesia dan dia tidak mengerti bahasa Indonesia. "Geen Probleem hoor, Ik zal het vertalen via google translate (tak masalah, saya akan terjemahkan itu melalui google translate)," kata Ben.

Alhasil tulisan-tulisan itu saya kirimkan kepadanya. Ia benar membacanya. Apabila dari hasil terjemahan itu ada yang tidak dia mengerti, dia pun tidak sungkan bertanya maksud dari tulisan saya itu. Saya sangat mengapresiasi keinginannya untuk membaca tulisan saya tersebut.

Bentuk perhatian Ben lainnya terhadap saya adalah manakala Ben mengusulkan saya untuk mencoba mempublikasikan hasil tulisan saya di dunia maya. Kata Ben, ini berguna untuk mulai memperkenalkan nama saya ke dunia internasional. Lho, berarti dalam bahasa Inggris dong? "Ja, ik zal je helpen (Ya, saya akan menolong kamu)," ujar Ben.

Ben pun punya ide gila tentang karir jurnalistik saya. Ia mengatakan bahwa saya bisa menjadi kontributor untuk majalah-majalah di Belanda. Saya tersentak mendengar idenya itu. Benar juga ya. Kemampuan bahasa belanda saya luamyan bagus, dan toch saya bisa meminta Ben ataupun kawan belanda saya untuk mengoreksi tulisan saya sebelum saya kirim ke majalah Belanda.

Saya bilang saya ingin sekali tulisan saya muncul di Viva. Ben pun menyambut keinginan saya itu dengan sebuah ide gila lagi. Dia bilang akan mencari orang Viva yang bisa membantu saya menembus Viva. Tapi sayang, ide gila itu sementara waktu belum bisa saya wujudkan. Kendalanya ada pada saya, saya selalu mundur sebelum berperang.

Liefde Verkering

Desember 2009, saya dikejutkan dengan sebuah ungkapan perasaan Ben. Dia menembak saya. Dia menyatakan rasa sukanya kepada saya. Saya kaget luar biasa. Mengapa rasa itu bisa timbul. Padahal saya tidak pernah muluk-muluk memberikan perhatian lebih pada Ben. Saya menganggap ia sama seperti teman-teman lainnya.

Tapi Ben punya pendapat lain. Menurut dia, saya sangat perhatian padanya. Bisa dibilang saya orang terdekatnya. Dia bisa bercerita apa saja kepada saya tanpa rasa canggung. Mungkin tidak ada satupun hal yang ia tuttupi dari saya. Perceraian orang tuanya, pacar pertamanya, malam pertamanya, cinta matinya pada wanita Thailand, hingga penyakit ADD yang dideritanya.

Saya terpaksa menolak Ben, karena saat itu saya memiliki hubungan dengan pria lain. Ben pun tidak mempermasalahkan penolakan itu. Dia justru sejak saat ini menganggap saya sebagai kakaknya. Kakak nun jauh di Indonesia, yang kapan saja bisa ia tumpahkan cerita tentang berbagai hal.

Ya, sejak saat itu, saya dan Ben resmi menjadi kakak adik. Saya kakaknya dan Ben adiknya. Dia memperlakukan saya benar-benar sebagai seorang kakak. Dan dia tak jarang suka bertingkah sebagai adik kecil manja yang butuh perhatian dari seseorang (ini mungkin disebabkan karena orang tuanya bercerai).

Saya pun mendapat panggilan baru darinya. Normalnya dia memanggil saya dengan nama. Tapi setelah menjadi kakaknya, setiap kali pembicaraan dimulai, Ben selalu menyapa saya dengan "Zusjeeeee(kakak)!!!" Jujur saya senang sekali mendapat panggilan itu darinya. Saya menikmati dan nyaman mendengar panggilan kakak darinya.

Tapi ada masa di mana saya kehilangan dirinya. Terutama saat Ben tergila-gila dengan seorang perempuan Thailand bernama Sao. Saya makin kesal saat tahu Ben sudah menyatakan cintanya kepada wanita yang kini berdomisili di Belanda itu. Saat Ben cerita macam-macam tentang kecintaannya pada Sao, saya pura-pura mendukungnya. Padahal, nyatanya saya merasa sedih mendengar kisahnya dengan Sao.

Yah, itulah Ben, adik lelaki saya. Saya sungguh tak sabar ingin bertemu dia di dunia nyata. Apakah nanti di dunia nyata justru yang sebaliknya terjadi: saya jatuh cinta padanya. Haha.. semoga tidak. karena kami berdua pernah mengutarakan janji: Zusje blijft zusje en broertje blijft broertje!


iboy

Comments