Enough Is Enough

Saya tuh sudah males banget berhubungan dengan pria ini. Sejak saya tahu kenyataan yang sebenarnya, saya sudah memutuskan untuk stop berhubungan masalah hati dengannya.


Sebelumnya saya bilang kalau saya mau minta penjelasan dia. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, sudah tidak ada perlunya lagi saya bertemu dengannya dan meminta ia mengklarifikasi semuanya. Minggu lalu, saya berusaha untuk bertemu, duduk membicarakan "permasalahan" ini. Dia setuju, tapi saya membatalkan, karena menurut teman saya sudah tidak ada gunanya membicarakan hal itu ke dia.

Alasannya. Pertama, dia sudah membaca blog saya. Seharusnya dia sudah tahu apa yang akan saya bicarakan dengan dia. Dan seharusnya dia menanggapi blog saya itu. Benar, ia berkomentar. Tapi bukan komentar semacam itu yang saya harapkan.

Beberapa hari ke belakang ini, saya sudah lupa dengan masalah itu. Ada aktivitas menyenangkan yang menyibukan diri saya. Serius deh, saya sudah berlapang dada dan melupakan semuanya.

Minggu siang, dia kembali. Menanggapi permintaan pertemuan saya pekan lalu. Kalau kata Cinta di film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) : Basi, madingnya sudah mau terbit. Kalau versi saya: Basi, saya sudah nggak minat dan nggak mau mengungkit masalah itu.

Saat itu, saya katakan bahwa semuanya sudah jelas. Tidak perlu ada yang dibicarakan lagi. Tapi dia terus menanyakan apa sebenarnya masalah di antara kami? Saya katakan, masalah saya semuanya bisa dia baca di blog. Lalu ia berkata bahwa apa yang menjadi masalah untuk saya belum tentu menjadi masalah untuk dia.

Saya menyerah. Saya iyakan untuk bertemu dengannya hari ini. Teman saya, sebetulnya sudah melarang saya untuk bertemua dengannya. Cukup. Ia seharusnya sudah bisa tahu apa permasalahannya. Dan apabila di pertemuan itu hanya untuk "membacakan" isi blog saya di hadapannya, itu sama saja dengan merendahkan harga diri saya. Cukup!! Saya sudah berkali-kali bersikap "murahan" di depannya.

Dan betul!!! Tak semestinya saya mengiyakan tawaran pertemuan hari ini. Ia membatalkannya. Entah karena apa. Segera setelah saya mengganti status saya dengan kalimat "enough is enough" dia langsung merespon.

"Boy, sorry baru kabarin, kayaknya nggak bisa ngobrol sekarang," tulisnya.

Saya sengaja tak menjawabnya. Saya kesal. Saya capek. Saya bete-sebete-betenya. Kenapa, jika ia tak bisa bertemu, harus mengabari malam hari seperti ini. Tahu kau, ini namanya membuang-buang waktu saya. Tahu kau, hari ini saya libur dan seharusnya dari siang sudah leyeh-leyeh di rumah menonton DVD. Tahu kau, saya rela datang ke KPK hanya untuk mengobrol dengan anda. Tahu kau, dengan begini, lagi-lagi saya mendapat kesan bahwa saya mengharapkan untuk bertemu dengan Anda.

Lagi-lagi, lagi-lagi saya merasa rendah karena dia!!!!!

Cukup. Enough is enough. Lelah saya "dipermainkan" seperti ini. Saya benar-benar nggak ngerti dengan pria ini. Saya ingin melangkah ke depan dan tak mau lagi mundur ke belakang.

-press room KPK: 18:40-



Comments