Jenuh

Sesungguhnya mengeluh itu tidak akan menyelesaikan permasalahan. Betul. Tapi kalau ada sesuatu yang tidak  membuat kita merasa tak lagi nyaman, masa harus terus disikapi dengan tersenyum, seolah-olah tidak terjadi apa-apa? Menurut saya itu malah akan memperparah keadaaan. Terus-terusan menyimpan keluhan justru akan menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledak.

Saya nggak mau seperti itu. Makanya sekarang saya mau cerita soal keluhan terutama terkait pekerjaan.

SAYA CAPE! Saya lelah menjalani pekerjaan saya sebagai seorang Jurnalis. I used to love my dream job. But lately it's very tiring. Bayangkan. Saya harus liputan dari pagi hingga malam, atau bahkan tengah malam. Belum lagi kasus korupsi makin banyak jumlahnya. Makin rumit dan makin bercabang. Bikin pusing!

Nggak hanya itu. Saya merasa nggak ada perhatian dari kantor. Maksud saya, nggak ada pengarahan, nggak ada koreksi dan nggak ada teguran apapun. Saya bak berjalan sendirian. Semua terserah saya. Mau bikin ini, mau bikin itu. Salah ejaan, laporan tidak lengkap. Kantor membiarkan hal itu semua. Saya jadi merasa puas dengan semua laporan saya yang kadang saya buat asal-asalan itu.

Beda dengan situasi dulu. Saat saya masih bekerja dengan guru saya, Cak Rusdi. Dia galak dan menuntut kelengkapan dan keakuratan. Saya selalu deg-degan setelah mengirim laporan. Tak berapa lama laporan dikirim, pasti handphone saya berbunyi. Cak Rusdi telpon, tanya keakuratan berita saya hingga hal yang menurut saya remeh-temeh seperti lupa menuliskan tanggal atau tempat liputan.

Saat itu, kehidupan pekerjaan saya seperti rollercoaster. Ada perasaan yang naik turun. Takut, senang, terintimidasi, tertekan, sedih, marah, benci dan sebagainya. Tapi itu yang membuat hidup saya tak jenuh.

Kalau sekarang saya merasa nyaman. Tapi pekerjaan saya jadi flaaaaaaaaattttt banget!! Bosan!! Sekali-kali kek kantor itu menelpon bukan cuma minta tolong cari komentar pengamat soal ini-itu. Tapi menelpon menanyakan akurasi dan kelengkapan berita. Atau negur saya gara-gara saya salah menuliskan jabatan seseorang. Bah, ini nggak pernah. Sama sekali.

Lalu, yang bikin saya jenuh dan pengen banget rehat sejenak dari dunia jurnalisme adalah karena kantor betindak seenak udelnya terhadap saya. Yang saya maksud di sini adalah HRD dan beberapa orang. Secara sepihak mereka membuat keputusan tanpa membicarakan hal tersebut kepada saya. Saya nggak bisa  terima saya nggak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut. Saya kecewa.

Saya juga sedang ingin merasakan hidup yang normal. Bekerja di hari kerja. Weekend benar-benar dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga.

JIka ada kesempatan untuk memulai hal baru, saya dengan senang hati akan menjalaninya. Tapi, tetap, saya nggak ingin benar-benar meninggalkan dunia jurnalistik. Profesi idaman saya sejak saya kecil.

Tiga bulan untuk alih profesi sounds tempting.

Comments