Absurditas Perpustakaan Pascal

Mona namanya. Asal dari Hongaria. Hidupnya sungguh aneh. Bercinta dengan orang asing yang punya kekuatan memproyeksikan mimpinya. Ditinggal mati si pria asing dan kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Sama seperti sang ayah, si anak juga punya kemampuan menjadikan nyata setiap bunga tidur. 

Hidup Mona semakin aneh ketika bertemu sang Ayah. Mona yang saat itu bekerja sebagai seorang storyteller di pasar malam, diminta menemani ayahnya menjalani pengobatan di Jerman. Tapi ia malah terdampar di Inggris. Dipekerjakan oleh seorang pria bernama Pascal di tempat bernama Bibliotheque Pascal.

Di "Perpustakaan Pascal" Mona didandani bak tentara perang. Mengenakan seragam loreng, di wajahnya terdapat arang mencoreng. Joan de Arc nama baru Mona.

Itu tadi sedikit sinopsis dari film berjudul Bibliotheque Pascal. Film produksi sineas Hongaria tahun 2010 yang tayang di Festival Film Eropa, Europe on Screen 2013.

Menonton film yang masuk seleksi untuk masuk nominasi Film Berbahasa Asing Piala Oscar ini sungguh membosankan. Partner menonton saya, Abe sampai mengirimkan BlackBerry Messenger yang isinya: What a boring movie, beberapa menit setelah film ini berjalan.

Mengapa membosankan? Alurnya cepat. Jalan cerita melompat. Saking cepat dan melompat-lompat, intisari film yang sudah saya ketahui dari sinopsis yang saya baca menjadi kabur. Ini film maunya bicara tentang apa?

Berdasarkan buku panduan Europe on Screen 2013, film ini menceritakan seorang wanita yang dijual ayahnya dan kemudian bekerja sebagai pekerja seks di tempat bernama Bibliotheque Pascal.

Tapi untuk masuk ke intisari film ini, penonton harus menunggu lebih dari separuh durasi film. Setelah puluhan menit kita baru diajak masuk melihat-lihat Bibliotheque Pascal.

Tak hanya membuat penonton menunggu lama untuk masuk ke intisari cerita. Film ini juga tidak mempunyai konsistensi dalam hal tema. Tak jelas apa kisah yang ingin diangkat. Perbudakan seks? Kisah hidup seorang Mona? Atau kekuatan magis menjadikan hidup sebuah mimpi?

Meski tak konsisten, tema-tema yang dimunculkan ini memiliki keterikatan satu sama lain. Misalnya kemampuan memproyeksikan mimpi menjadi sesuatu hal nyata yang dimiliki anak Mona, telah menyelamatkan Mona dari kungkungan "Perpustakaan Pascal".

Si anak memimpikan suatu parade marching band yang dipimpin oleh kakeknya yang sudah mati. Parade tersebut menjadi nyata. Berjalan kaki dari Hongaria menuju Inggris untuk menyelamatkan Mona yang hampir mati diperkosa pelanggan Bibliotheque Pascal.

Adegan pemerkosaan ini sungguh memilukan hati. Mona didandani bak catwoman. Seluruh tubuh terbungkus plastik hitam ketat. Hanya mata, hidung dan mulut yang tak terbalut plastik hitam.

Saat pelanggan ingin memakai jasanya, Mona akan direbahkan di atas matras dengan penutup plastik hitam. Matras tersebut kemudian divakum sehingga lekuk tubuh Mona tampak jelas. Agak tak mati kehabisan nafas, diberikan selang dengan kantong kresek hitam persis di lubang mulut.

Ada satu lagi lubang di bagian alat kelamin. Fungsinya tentu untuk memudahkan bersenggama. Menyedihkan. Segila itu imajinasi bercinta seorang pria.

Mungkin absurditas film ini yang membuat Bibliotheque Pascal masuk dalam Europe on Screen 2013.

Menurut saya, film ini seharusnya diberi judul Mona. Karena film ini secar garis besar menceritakan kehidupan Mona. 


--
Foto hasil telusur di google.