Tentang Gede Pasek

Saya bukan pendukung, simpatisan apalagi kader Partai Demokrat. Sejak partai ini berdiri hingga sekarang, tidak pernah ada ketertarikan untuk memberikan suara pada Partai yang mayoritas petingginya korupsi.

Terlepas dari hal itu, saya menyukai satu tokoh yang ada di partai ini. I Gede Pasek Suardika.

Dulu saya pikir, Gede Pasek sama saja seperti politikus Partai Demokrat lainnya. Terlebih nama Gede Pasek beberapa kali disebut ikut menikmati uang kotor korupsi.

Jumat (10/1), pandangan saya terhadap Gede Pasek berubah. Bukan karena saya mendapatkan informasi Gede Pasek orang bersih dan dugaan menikmati uang korupsi hanya tudingan belakang. Namun, karena sosok Gede Pasek yang begitu loyal pada sahabatnya, Anas Urbaningrum.

Hari itu Anas ditahan KPK. Gede Pasek tampak begitu setia mendampingi Anas. Saat Anas menggelar konferensi pers di rumahnya sekaligus kantor organisasi masyarakat bentukannya Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) sebelum "menyerahkan diri" ke KPK.

Setibanya Anas di KPK, saya mengira Gede Pasek tak ikut mendampingi. Anas tampak sendiri menghadapi wartawan di depan lobi gedung KPK.

Ketika Anas sudah masuk ke dalam gedung KPK, saya melihat Gede Pasek. Baru pada saat Indonesia Lawyers Club semalam, saya mengetahui Gede Pasek ikut menemani Anas menuju KPK. Namun Anas meminta tidak "dikawal" sahabatnya saat meladeni wartawan di KPK.

Sepanjang Anas diperiksa (yang nyatanya tidak diperiksa) selama empat jam, Gede Pasek setia berada di KPK.

Setengah jam sebelum Anas ditahan, wartawan sudah atur posisi di depan pintu lobby kantor KPK. Di area steril, polisi, satpam dan kerabat Anas berbaris lurus.

Gede Pasek berbaris di sebelah Anna Luthfie, adik kandung Anas. Sementara Anna tampak tenang, Gede Pasek tampak resah.

Saya memperhatikan dari ruangan sebelah yang dibatasi oleh kaca. Saya menantikan Anas keluar dari lift KPK dengan menggunakan rompi tahanan KPK.

Namun hal itu tidak cukup menarik perhatian saya. Gede Pasek yang resah itulah yang membuat saya dan sejumlah kawan lain tercengang.

Sekali lagi saya katakan Gede Pasek tampak gelisah. Tubuhnya tak bisa diam. Kaki dan tangannya terus bergerak. Terkadang ia memangku kedua tangannya. Beberapa kali tangannya memijat kening. Tatapan mata Gede Pasek yang entah mengarah kemana itu menunjukan bahwa ia sedang memikirkan sesuatu.

"Gila ya Gede Pasek setia banget sama Anas. Resah gitu dia," kata saya sembari terus memperhatikan gerak-gerik Gede Pasek.

Seorang kawan yang berdiri di samping saya mengatakan tingkah Gede Pasek bak seorang suami yang sedang menunggu kelahiran anak pertama. Saya pun setuju. Saya kemudian mengganti status BlackBerry Messenger (BBM) saya menjadi: Be a true friend like Gede Pasek. Salute!

18.40 WIB, Gede Pasek diberi kesempatan untuk menemui Anas. Dua menit kemudian, Gede Pasek keluar bersama Anas. Ia mendampingi Anas memberikan keterangan pers.

Selesai memberikan keterangan, Anas menerobos kerumunan wartawan. Di situlah terjadi peristiwa pelemparan telur ke kepala Anas. Beruntung, telur hanya mengenai kepala bagian belakang Anas.

Pada kejadian ini, saya kembali melihat sosok Gede Pasek yang berusaha melindungi sahabatnya. Dengan cekatan Gede Pasek langsung mencari tangan yang melemparkan telur ke kepala sahabatnya itu. Gede Pasek tampak berang dengan aksi pria tersebut.

Saya kemudian mengirimkan pesan singkat melalui BBM menanyakan kronologi kejadian pelemparan telur. Gede Pasek menjawab: Saya juga kena cipratan telur.

Gede Pasek. Sahabat yang tetap bertahan mendampingi Anas di saat seperti ini, sementara sahabat lainnya seolah takut untuk berdiri di samping Anas.

Gede Pasek rela kehilangan jabatannya di Partai Demokrat. Ia legowo dicopot dari sebagai Ketua Komisi III.

Semalam, dalam sebuah acara diskusi, Gede Pasek mengungkap mengapa ia begitu setia kepada sahabatnya. Rupanya itu ajaran orangtua. Gede Pasek dididik untuk tetap mendampingi kawannya di masa-masa sulit. Karena teman yang bertahan di saat kita kesulitan, itulah sahabat sejati. Seperti ungkapan Friend In need is friend indeed.

Comments