Tiga Hari di Negeri Singa (Bagian Pertama)

Rasanya sudah lama banget saya nggak jalan-jalan sama perempuan gembul favorit saya, Pratiwi Dayang Buana (Daboe). Terakhir, kami pernah berpetualang bareng ke Jogja, bersama Anda dan Nuis. Nah, Maret lalu, kalau tidak salah, si Daboe ngajakin saya jalan-jalan lagi. Awalnya sih dia ngajak ke Thailand atau Kamboja. Tapi, saya nggak mau. Karena saya sudah pernah ke Thailand (walau bukan ke Bangkok). Saya berikan dua pilihan ke Daboe: Hong Kong atau Singapura.

Selfie di pesawat dengan si Daboe

Dua negara itu buat  cewe gembil penggemar Doraemon udah pernah dia kunjungi. Apalagi Hong Kong, bisa dibilang rumah kedua dia. Sering banget, jaman setelah lulus kuliah dulu, si Daboe ikut Papah Karoko kerja di Hong Kong. Saya juga udah pernah ke Hong Kong. Di Bandaranya, empat jam, nunggu pesawat ke Jepang.

Kalau Singapura, jujur saya belum pernah. Bahkan untuk sekedar transit saja belum. Kesian memang. Sampai-sampai guru Bahasa Inggris saya di TBI, nggak percaya kalau saya belum pernah ke negeri singa.

Gayung bersambut. AirAsia, maskapai andalan untuk jalan-jalan ransel itu kasih promo. Rp500 ribu pulang pergi Jakarta-Singapura-Jakarta. Nggak pakai berpikir lama, kami langsung beli tiket. Jelang keberangkatan, saya sama Daboe rapat untuk menyusun itenerary.

Hari Pertama: Saya Benci Makanan India! 
Saya benar-benar terpukau saat tiba di Changi Airport. Bagus banget bandaranya. Setara lah dengan Bandara di Hong Kong dan Kanzai Jepang. Kapan ya Soekarno Hatta bisa dibikin cakep kayak Changi??

Si Daboe ini memang tidak terbantahkan ya pengalamannya melancong ke negeri orang. Dia nggak planga-plongo. Dia udah tahu begitu mendarat di Singapura harus ngapain. Hayo tebak si Daboe ngapain? Dia cari telepon umum untuk kasih kabar ke orang rumah. Cakep!! Anak baik kamu Dab!! Saya yang awalnya mati gaya, akhirnya ikutan Daboe telepon si Ibu di rumah. Tapi saya kurang beruntung. Nggak ada jawaban dari orang rumah. Huhuhuhuuuuu....

Ini kerennya bandara di negeri orang. Dari satu terminal ke terminal lain dihubungkan dengan kereta. Bandaranya juga terintegrasi dengan angkutan umum. Mau naik MRT, bis atau taxi, tinggal pilih. Semua informasi tersedia di papan-papan pengumuman. Kalau nggak ya tanya saja ke petugas bandara. Bisa Bahasa Inggris kan?

Kami menginap di Hostel ABC. Ada masalah saat kami ingin check in. Kami pesan kamar asrama untuk enam penghuni. Namun, saat ditunjukan kamar, kami mendapati ruangan itu sangat sumpek. Kami minta untuk dipindahkan ke kamar yang lebih damai dan nggak terlalu penuh. Kami diberi pilihan untuk pindah ke asrama 10 orang. Setelah dilihat, kamar tersebut jauh lebih nyaman (awalnya) dari kamar sebelumnya. Hanya ada tiga pelancong yang kayaknya baru check in di hari yang sama.

Karena dipindah ke kamar asrama 10 orang yang harganya lebih murah, kami minta agar kami mendapatkan pengurangan harga. Tapi, nggak bisa. Okay, kami ikhlaskan beberapa dollar hilang. Yang penting kami bisa istirahat dengan nyaman (yeaaah... nyaman???).

kawasan dekat hostel tempat kami menginap

Setelah obrak abrik tas, saya dan Daboe langsung meluncur ke Mustafa untuk beli oleh-oleh. Mustafa itu toko serba ada yang buka selama 24 jam. Musfata merupakan tempat ideal untuk belli coklat-coklat yang nggak beredar di Indonesia. Milkyway, Mars, Hersey (ini coklat favorit akuuuuhhhh) bisa dibeli di sini. Bahkan ada Kit Kat Green Tea khas Jepang juga dijual di Mustafa.

Ternyata jarak antara hostel kami dengan Mustafa lumayan jauh (banget!!!!!!). Kami sempat nyasar. Tanya ke orang lokal, tapi kok ya nggak jelas Bahasa Inggrisnya. Akhirnya jalan terus, tanya lagi dan ketemu juga. Di sekeliling Mustafa banyak tempat makan. Karena lapar, kami putuskan untuk makan di restoran India. Saya pesan makanan yang bentuknya seperti martabak telor. Isinya daging ayam kari. Porsinya sangat besar untuk dimakan sendiri. Harganya lumayan: Sing$7. Sementara si Daboe pesan roti cane (atau prata ya saya lupa) yang makannya dicelup ke kuah kari.

Dengan segera saya maka itu martabak kari ayam. Biasa.. saya kalau makan dicuil-cuil dulu kulitnya, baru kemudian melahap satu potong. Kulitnya enak dan renyah. Tapi, isinyaaa.....nggak enak banget. Aromanya prenguk kayak kambing! Hoeeeeekkkk!! Jijik!! Saya cuma makan segigit, selebihnya dibungkus. Kebetulan petugas hostel orang India. Buat dia ajah!

Ini dia penampakan makanan India yang bikin saya kapok makan makanan India!

Karena saya nggak makan makanan saya dan trauma untuk pesan makanan lainnya. Akhirnya saya ikut nyemilin makanan Daboe. Alhamdulillah lumayan kenyang.

Perut terisi, kami capciscus ke Mustafa. Kalaaaap!! Belanja coklat titipan temen dan oleh-oleh buat keluarga dan kerabat. Kemarin itu, kayaknya saya kalap banget beli Hersey, apalagi Hersey Kisses. Itu favorit saya bangeeet!!! Eh tapi sekarang Hersey Kisses sudah tersedia di Food Hall. Saya juga beli Quaker Oats Cookies yang rasa coklat. Di Indonesia belum ada. Saya beli dua. Tapi pas sampai di rumah, ludes dalam sekejap!! Sediiihhh... semoga produknya segera dijual di Indonesia.

Muter-muter lumayan lama di Mustafa menghasilkan banyak gembolan yang lumayan berat. Sudah tahu berat menenteng belanjaan, kekeh mau jalan kaki balik ke hostel. Alhasil, kaki pegelnya minta ampun. Dan jangan lupa, kemringet parah.

Lewat tengah malam, kami akhirnya sampai hostel. Saya dan Daboe beberes belanjaan dan dilanjutkan dengan  mandi. Kami akhirnya ketemu dengan teman sekamar yang ternyata dari Indonesia juga. Dua perempuan dan satu cowok, kakak beradik. Seneng dong kami dapat teman sekamar yang berasal dari satu negara. Makin nyaman deh kamar kami ini.

Ya.. nyaman banget memang kamarnya, suasananya. Tapi semua kenyamanan itu buyar ketika si cowok batuk-batuk hampir sepanjang malam. Sumpah ya, ganggu banget batuk-batuknya si cowo. Bukan cuma bunyinya tapi virusnya bisa dipastikan menyebar kemana-mana. Saya akhirnya selimutan sampai kepala supaya nggak ketularan. Please, saya mau tidur, saya butuh istirahat agar besok bisa kuat jalan kaki mengelilingi Sinagpura.

Comments