Reuni Singkat Prodi Belanda di Rotterdam


Detik-detik bertemu dengan si Anda. Difoto oleh si Anda pastinya

PERINGATAN!!! POSTINGAN BERIKUT ISINYA FOTO MUKA SAYA SEMUA. HARAP MAKLUM :)

Jadwal ketibaan saya di Schiphol (YAAAAAYYY.. excitement-nya masih berasa sampe sekarang), Amsterdam molor sekitar 30 menit. Si Anda sudah duduk manis di sebuah kafe di terminal kedatangan. Segera setelah pesawat menurunkan roda untuk pendaratan, saya rasanya ingin langsung lari meninggalkan pesawat. Bukan karna si Anda sudah menunggu. Tapi, kawan-kawan dan senior saya semasa kuliah dulu, yang kini sudah menetap di Belanda sudah berkumpul di rumah Feba (nggak nungguin gw juga sih!), sedang berkumpul merayakan syukuran tujuh bulanan kehamilan Dain.

Sial! Setelah keluar dari pesawat, saya harus melalui gerbang imigrasi. Dan yang bikin saya sebal adalah hanya ada satu orang yang bekerja. Doh!! Padahal ada beberapa pesawat yang mendarat. Kebayang dong antrean panjang mengular hanya di depan satu counter.

Saya berkomunikasi dengan Anda dan melaporkan situasi terkini di bagian imigrasi. Kata Anda, justru dengan adanya satu counter, proses pemeriksaan imigrasi bakal dipercepat alias si petugas nggak akan tanya macam-macam kepada para pendatang. Lega mendengar penjelasan Anda, tiba-tiba satu petugas membuka satu lagi counter imigrasi. Saya ditunjuk dia untuk menjadi pelanggan pertamanya.

Antara ketakutan dan senang sih. Ketakutan karena saya akan diinterogasi macam-macam. Senang karena proses imigrasi akan cepat selesai dan SAYA JUGA BISA MEMPRAKTEKAN BAHASA BELANDA YANG SUDAH LAMA TAK TERPAKAI. Dan benar dong. Saya ditanya  hal-hal standar oleh si petugas. Dan dengan PD saya menjawab pakai BAHASA BELANDA. Wiiihhh... abangnya amazed liat muka Asia bisa spreak in het Nederlands (ngomong pake bahasa kumpeni).

Cap kotak pun mendarat cantik di paspor saya. Buru-buru saya lari ke luar untuk mengambil bagasi. Alhamdulillah, tas saya paling depan. Jadi saya bisa langsung kabur untuk menemui Anda.

Jengjeng.. si Eneng duduk anteng minum kopi di sebuah toko. Ya ampunnn.. senengnya minta ampun bisa ketemu si HITAM (hahahahaaa..) bukan di Jakarta atau di Depok apalagi di Serang! Booook!! DI BELANDA. AMSTERDAM!! Deuuuh.. gaya Gadis Serang yang saya yakini udah nggak gadis lagi (Yaeyalaaah.. dese udah nikah tahun lalu dengan suami siaga, Babang Michal Mottl). Pake jaket tebel, pake syal tebel dan yang paling mencolok adalah TOPI ORANGE YANG BENTUKNYA SAMA KAYAK TOPI PRAMUKA (silahkan dibayangin!!).

Kami berpelukan!!! Nggak pakai drama, kami meluncur keluar bandara. Lakinya Dain, si Dennis, baik banget mau jemput gw dan Anda di Schiphol. Ooopppsss... sebelum meninggalkan Schiphol, Fardhu hukumnya untuk FOTO di depan tulisan SCHIPHOL! Sebuah tanda kalau saya sudah menginjakan kaki di negeri kincir angin (tadinya mau sujud syukur sih. Cumaaaa... tengsin ah!).
Ejiyeeeehh Mejeng depan Schiphol!!! Akhirnya impian benar-benar terwujud

Sebenarnya yaaa... saya tuh mau sotoy-sotoyan nggak mau dijemput. Niatannya mau mandiri, naik kereta dari Schiphol sampe Rotterdam. Tapiiiiii... apa daya godaan untuk dijemput begitu besaaar!! Lagipula lumayan yaa dijemput, ngirit ongkos kereta yang bisa belasan Euro.

Nah, buat pembaca blog saya yang budiman, yang nggak beruntung mendapatkan jemputan. Kalian bisa kok naik kereta. Tinggal ikutin aja petunjuk yang ada untuk menuju stasiun kereta yang terdapat di Schiphol. Saya nggak tahu persis berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk naik kereta. Kalau cuma ke Amsterdam Central sih, kayaknya nggak sampai lima Euro.

Bis juga tersedia. Kalau mau naik bis, tinggal jalan keluar bandara aja. Di sana sudah berjejer bis untuk mengantar kita ke pusat kota. Taksi? Buat backpacker, taksi bukan pilihan bijak. Ya iyalah, tarif taksi di sini mahalnya minta ampun. Dain pernah cerita, temannya yang naik taksi dari Bandara ke Rotterdam, harus membayar 30 Euro. Huhuhuhu.. buang-buang Euro aja!!!

Balik lagi ke kisah utama. Boooooookkk!!!!! Angin di Belanda sungguh nggak santai. Rambut lurus hasil smoothing ancuuurr. Poni ala Audrey Tapiheru ngacir ke sana kemari. Dan yang paling utama: GW KEDINGINAN. Untung si Anda siap sedia ya minjemin syalnya (yang dia klaim dipake oleh Nicholas Saputra di film AADC2 di adegan menghadapi badai di Brooklyn, Amerika Serikat).  Lumayan menghangatkan!

Dennis langsung membawa kami menuju rumah Feba. Di rumahnya yang selemparan kolor dari Stasiun Rotterdam Central (Akkhh... RC!!), sedang diadakan babyshower untuk Dain. Ceritanya kejutan gitu deh buat Dain. Di rumah Feba, bakal ada Mima, Fitri, Meisy dan Linda.

Para perantau itu memiliki kekerabatan yang luar biasa! Kompaknya minta ampun. Berjuang sendiri di negeri orang membuat mereka membangun kekeluargaan baru dengan sesama perantau. Mereka tuh selalu menciptakan momen untuk berkumpul. Nggak peduli sejauh apapun, mereka bakal jabanin untuk ketemuan. Anak-anak yang masih bocah dan suami rela ditinggal demi kekeluargaan dan tali silahturahmi yang terus terjalin.

Contohnya, Meisy harus meninggalkan Max, anaknya. Sampai Max nelpon minta emaknya segera pulang. Mima juga begitu. Selain ninggalin Hayley, dia juga harus menempuh perjalanan naik turun lembah dan bukit untuk bersuka cita di Rotterdam. Kereeeeen bangeeeett!! Saya pokoknya harus jadi perantau juga (artinya harus nikah sama orang sana juga dong yaaa!! Hahahaa!!).

Mamak-mamak SUPER. Feba, Mima, Dain, Meisy, Linda dan Ipit!! Seru yaaa mereka :)

Oiyaaa..yang paling bikin terpana adalah kemampuan mereka memasak! Jadi di acara kejutan untuk Dain ini, masing-masing menyumbangkan makanan untuk disantap bersama. Ada yang bawa kue, somai dan bahkan bikin lemper. FYI yaaa... semuanya enak!! Nggak ada yang nggak enak. Bahkan jajanan pasar macam itu yang ada di Indonesia kalah enak! Si Dain malah nggak tanggung-tanggung deh kemampuan masaknya!! Itu nanti bakal diceritain di postingan berikutnya.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, foto-foto dan makan sampai bego, saya dan Anda ikut Dennis yang mau mengantarkan Dain mengajar di Den Haag. Setelah mengantar Dain, Dennis mengajak kami ke Scheveningen. Ya! Scheveningen yang dulu saya kenal cuma dari lagu "Zegt ken je de mosselman, de mosselman, de mosselman? Zegt ken je de mosselman? Hij woont in Scheveningen!" Sekarang saya bisa melihat langsung. Menginjakan kaki di daerah ini.

Jadi Scheveningen itu ada di Den Haag ya. Letaknya di pesisir, di tepian pantai. Kalau lagi musim kering, pantainya surut dan sering dijadikan kawasan wisata favorit orang-orang Belanda untuk berjemur. Di Scheveningen ada McDonnalds!! Hahahaa... itu mah ada dimana-mana ya. Maksud saya ada sebuah Hotel Kurhaus, yang merupakan hotel paling mahal se-Belanda. Cuma WONG SUGIH (orang kaya) dan artis yang nginep di hotel ini. Kalau saya, Anda dan Dennis mah... cuma numpang lewat dan numpang foto di depannya. FYI yaaa.. hotel ini beken beneeer!! Sampai-sampai, kalau pembaca yang budiman googling tentang Scheveningen yang keluar adalah gambar hotel ini beserta laut (duh namanya apa ya) yang surut dan penuh dijejali orang-orang.
Ini lho Kurhaus yang super duper mahal itu. 

Nggak aneh sih kalau Kurhaus ini mahal banget. Karena hotel ini sudah dibangun di tahun 1980-an. Pada awalnya, tempat ini difungsikan sebagai hotel dengan 120 kamar dan concert hall. Pernah terbakar, kemudian kembali direvitalisasi sampai akhirnya dimasukan dalam list bangunan bersejarah di Den Haag. Konon, The Rolling Stones pernah menggelar konser di Kurhaus.

Selain ada si hotel, Scheveningen juga mempunyai sebuah pier yang  difungsikan sebagai tempat kongkow. Di Pier itu ada banyak kafe-kafe lucu yang instragam-able banget. Sayangnya, kafe-kafe ini hanya buka sampai jam 6 sore. Kalau nggak salah mereka buka sampai malam di hari-hari tertentu saja. Misalnya saat akhir pekan.
Ini salah satu bagian dari Pier. 

Sewaktu saya ke sana, semua kafenya tutup. Jadinya cuma berkeliling dan melihat-lihat aja. Sekali lagi.... anginnya gede bangeeet!!! Nggak santai. Sampai-sampai, windstopper lucu hadiah ulang tahun dari Mba Upi terlepas dari kepala saya. Kami tunggang langgang mengejar si windstopper yang kebawa angin Scheveningen.

Setelah adegan drama mengejar windstopper, kami meninggalkan Scheveningen dan memutuskan untuk makan malam di Mingkee. Ini restoran Indonesia China di Den Haag, menjual banyak varian menu khas nusantara seperti pempek sampai plecing kangkung. Saya pesan pempek yang rasanya biasa saja. Dennis dan Anda pesan kwetiau yang porsinya jumbo. Dain yang datang kemudian menyantap plecing kangkung. Harga makanan di sini mulai dari 5 Euro (Rp75 ribu) per orang.

Puas makan, kami langsung pulang. Dalam perjalanan kembali ke Rotterdam, saya sempat nguantuk banget. Ini yang namanya JETLAG! Jam 8 malam, tapi udah tepar ingin tidur. Si Anda bilang saya harus tahan rasa kantuk itu. Kalau tidak nanti jetlag ini bisa berkepanjangan. Maka, begitu sampai rumah Dain yang lucu banget itu, saya memaksa diri saya untuk terjaga hingga pukul  00.00 waktu Belanda atau jam 6 pagi waktu Indonesia. Ztttt... kebayang perjuangan saya mengatasi jetlag yang berlangsung selama SEMINGGU!!! Huhuhuhu....

Comments