Menjahit, Hobi Yang Insha Allah Jadi Duit

Banyak yang bilang paling enak itu menjalani pekerjaan yang juga menjadi hobi. Konon, jika hobi dijadikan pekerjaan, kita nggak akan pernah satu kalipun merasa kalau kita sedang bekerja.

Hobi saya sih menulis. Sampai sekarang masih suka menulis (yang ringan-ringan). Tapi entah kenapa ada masa dimana saya enek banget dengan menulis. Puncak kejenuhan saya dengan menulis adalah saat saya lama ngepos di KPK. Hal ini mungkin disebabkan karena saya menulis hal yang sama setiap hari dan dalam jumlah yang banyak. Bosan banget. Saya jadi nggak punya waktu untuk menulis hal-hal yang saya sukai (dan juga untuk mengisi blog).

Nah, sekarang saya punya hobi baru. Nggak baru-baru banget sih. Sebenarnya saya sudah lama punya ketertarikan pada dunia menjahit. Dulu, kata Ibu, waktu duduk di bangku SMP, saya bisa membuat reversible rompi sebagai tugas pelajaran Tata Busana.

Setelah itu, nggak ada lagi cerita jahit menjahit. Paling banter saya membuat aksesoris dengan mengaplikasikan beberapa teknis menjahit (tangan! Belum kenal mesin jahit). Barulah, saat bekerja lalu berkenalan dengan Catur Ratna Wulandari, saya terketuk untuk kembali menjahit.

Saya membeli mesin jahit Brother seharga Rp1,4 juta di situs belanja online. Setelah barang sampai, si mesin sempat saya anggurin selama dua tahun. Pertemanan dengan Ratna membawa saya berkenalan dengan Mba Tarlen. Ybs ini bisa menjahit dan mau mengajarkan kami untuk menjahit.

Maka dibuatlah Klub Jahit Indramayu. Anggotanya Saya, Nana, Rani, Mba Wilma, Mba Indah, Mba Erry dan Mba Tarlen yang bertindak sebagai guru. Si mesin akhirnya digunakan dan selanjutnya sering saya siksa.

Awalnya saya hanya mampu membuat blus sederhana dengan cara menjiplak dari baju yang sudah ada. Dari situ, kemampuan lumayan berkembang. Dari yang jahitannya acak-acakan, menjadi lebih baik dan rapi.
Dress ini terinspirasi dari salah satu baju rancangan Peggy Hartanto

Merasa sudah bisa, saya pun nekat meluncurkan label pakaian saya bernama Seroja. Karena kemampuan masih terbatas pada jahitan lurus-lurus saja, maka produk pertama adalah outer. Alhamdulillah ada yang pesan.

Seroja akhirnya mati suri. Entah karena apa. Tapi sepertinya saya masih belum percaya diri dengan hasil akhir produk saya. Nggak sempurna. Ada ketakutan kalau mereka nggak puas dan komplai dengan produk saya. Seharusnya sih pemikiran negatif seperti ini harus segera disingkirkan.

Walaupun Seroja hibernasi, si Mesin masih aktif berproduksi. Saya masih sering menjahit terutama untuk diri saya sendiri. Terlebih sudah banyak bahan yang saya beli dan tidak terpakai. Maka saya jahitlah bahan-bahan tersebut untuk dipakai sendiri dan orang rumah. Si Ibu kebagian daster, Babeh dapat celana pendek dan saya dapat kulot, blus dan outer dan beberapa dress lainnya. Alhamdulillah ya Lebaran nggak beli baju baru lagi tapi jahit sendiri.
Kalau ini baju lebaran yang sebenarnya saya jahit untuk Ibu saya. Tas putih itu juga saya buat sendiri.

Akhir Juli lalu, saya bertemu dengan Andwi, senior saya di kampus yang sudah setahun merintis bisnis pakaian. Dari Uwi, demikian sapaan akrabnya, saya jadi termotivasi untuk kembali menjual produk saya. Saat ini saya sudah memilih-milih model pakaian yang akan dijadikan koleksi pertama.

Seroja pun saya ganti menjadi Kiky In The Sky With Diamonds. Jangan tanya kenapa? Karena kalian sudah tahu jawabannya. Kiky adalah nama saya dan In The Sky With Diamonds tak lain adalah judul lagu band favorit saya The Beatles.

Saya menargetkan akhir tahun ini seluruh koleksi sudah siap dipasarkan. Seperti postingan sebelumnya, saya kembali mohon doa restu semua hobi menjahit saya ini bisa menghasilkan duit. AMIN.

Kiky

Comments