Bravo Il Divo




Bunyi instrumental dari para pemusik itu mengalun membuka konser malam itu. Durasinya cukup lama, sekitar lima menit. Intensitasnya terus menaik di menit-menit terakhir dimana empat orang pria dengan setelah jas hitam muncul satu persatu dari belakang panggung. Wajah keempat pria ini tampan dan tersungging senyum sumringah di bibir mereka. Merekalah Il Divo, kelompok vokal yang Selasa (29/9) menggelar konser bertajuk An Evening With Il Divo di Ballroom Hotel Ritz Cartlon, kawasan SCBD.

Senyuman itu rasanya adalah cara mereka menyapa penggemarnya. Tak perlu berbasa-basi, melakukan adegan menyapa yang umumnya dilakukan penyanyi dunia saat membuka konsernya. David Miller, Urs Buhler, Carlos Martin dan Sebastien Izambard langsung ambil ancang-ancang menyanyi. Menuruni anak tangga dan membentuk sudut-sudut jajaran genjang.

David buka suara. Kemudian di sahut oleh Urs sembari menuruni anak tangga sejajar dengan posisi David. Carlos berikutnya, lalu disusul oleh Sebastien. Seiring dengan sejajarnya posisi mereka, maka suara mereka pun bersatu padu menghasilkan harmonisasi suara nan indah. Membuat bulu kuduk berdiri saking merdu dan menggelegarnya suara kelompok vokal bentukan Simon Cowell, juri American Idol. Mereka menyanyikan tembang berjudul Somehow sebagai lagu pembuka.

Itu baru permulaan. Dan Somehow menjadi awal yang baik meskipun lagu itu terdengar asing di telinga penonton malam itu. Lagu kedua berjudul Regresa A Mi. Judulnya tidak familiar, tapi begitu mendengar intro lagu itu kita akan ingat pada lagu Unbreak My Heart milik Tony Braxton. Ya, Regresa A Mi merupakan versi latin dari Unbreak My Heart. Lagu itu, adalah hits pertama Il Divo di tahun 2004. Lagu yang dengan segera melambungkan nama Il Divo dalam dunia musik.

Tak cuma bahasanya saja yang berubah ke bahasa Spanyol, musiknya pun diaransemen ulang. Disesuaikan dengan genre musik Il Divo yang klasik. Maka, Unbreak My Heart nan mendayu itu berubah berirama klasik. Terasa lebih manis dan romantis.

Lagu Regresa A Mi dinyanyikan maraton dengan La Promessa. Lagu karya Jorgen Elofsson ini diambil dari album teranyar Il Divo berjudul The Promise. Dari sebelas lagu yang terdapat di album yang diluncurkan akhir November tahun 2008 itu, hanya tiga lagu yang absen dinyanyikan. L’Alba de Mondo, La Luna dan Enamorado. Ketiga lagu itu digantikan dengan lagu-lagu hits Il Divo lainnya dari album self-titled mereka Il Divo (2004), Ancora (2005) dan Siempre (2006).



Angelina, lagu bermelodi latin yang sangat kental dengan bunyi instrumen gitar flamenco menjadi lagu keempat. Carlos Marin, pria asal Spanyol bersuara bariton itu mendominasi di lagu ini. Mungkin karena Angelina sangat Spanyol, maka dari itu Carlos mendapat porsi lebih dibandingkan ketiga personil Il Divo lainnya.

Usai Angelina, Il Divo kemudian melakukan interaksi dengan penonton. “Senang bisa kembali ke Jakarta,” kata David disusul dengan perkenalan satu persatu personil Il Divo. Tanpa panjang-panjang berbasa-basi, Il Divo berturut-turut menyanyikan lagu berikutnya. Isabel dan Brige Over Trouble Water.

Bergoyang
Lagu berikutnya bisa jadi adalah lagu yang paling dinantikan oleh penonton. She, judul lagu itu. Berirama lambat dan hanya berinstrumen keyboard dan petikan gitar itu dinyanyikan solo pada bait pertama oleh pemilik suara tenor, Urs Buhler. Di lagu itu, Urs seperti tak bernyanyi melainkan sedang bercerita tentang seorang wanita. Sensasi itu terasa dengan adanya sorotan LED bercitra seorang wanita. Wanita berparas sendu itu bergerak gemulai seolah resah akan suatu hal. Sementara Urs menceritakan kegelisahan si wanita sembari sesekali melirik LED wanita di belakangnya.

Itu salah satu keunggulan konser malam itu. LED yang ditembakan pada layar putih di belakang panggung, sungguh memukau. Melengkapi segala sensasi yang ada. Sensasi audio dan visual. Video yang menjadi latar penampilan Il Divo bergerak halus. Gambar-gambar itu seolah hidup, bernyawa dan tampil nyata di atas panggung bersama Il Divo. Contohnya pada lagu Night in White Satin. Puluhan wanita cantik berdiri di undakan tangga. Gaya wanita bergaun putih panjang itu persis seperti kontestan Miss Universe dalam sesi foto. Video bergerak pelan, membaur, menjadi satu dengan para personil Il Divo berjejer di depan para wanita cantik itu.



Demikian juga pada lagu Adagio. LED yang dipancarkan kembali memanjakan mata. Hamparan pemandangan sebuah kota dari yang diambil dari ketinggian. Rumah-rumah terlihat teramat kecil, bahkan tak berbekas. Hanya berupa titik-titik yang sambung menyambung dengan kerlip lampu membentuk sebuah lukisan alam.

Ternyata, meskipun memproklamirkan diri sebagai grup vokal musik bergenre opera klasik, namun Il Divo tidak menutup diri akan genre musik lainnya. Il Divo juga menyanyikan lagu bergenre pop seperti pada Everytime I Look At You. Lagu romantis itu tetap apik dinyanyikan dengan komposisi suara dua vokal tenor, satu bariton dan satu pop.

Pada lagu La Vida Sin Amor, sama seperti lagu Angelina bernuansa Latin. Namun lagu La Vida Sin Amor bertempo sedang, cenderung ke arah musik salsa. Tak terbayangkan ada satu lagu Il Divo yang bisa mengajak kita berjoget ria. “Ayo berdiri, kita agak sedikit bergoyang pada lagu ini,” kata Carlos memberi pengantar sebelum menyanyikan lagu itu. Dan benar saja, lagu ini memang menggugah pinggul untuk ikut larut dalam entakan drum Andrew Small dan petikan gitar James Hayto.

Klimaks dari konser malam itu terdapat di lagu terakhir. Il Divo menyanyikan lagu lawas milik Frank Sinatra berjudul My Way. Sebastien dengan bangga memberi pengantar tentang lagu ini. “Ini lagu Pop. Keahlian saya. Tapi ketiga teman saya akan memberi sentuhan klasik pada lagu Sinatra ini,” kata pria asal Prancis itu. Il Divo berbagi suara. Sebastien mengambil suara satu sementara Urs, David dan Carlos memberi layer pada suara Sebatien. Di setiap reffrain bagian akhir, keempat orang ini menyatukan suaranya, menggelegar dan membahana pada seisi ruangan.

Sebelum konser benar-benar usai, Il Divo menghadiahi dua buah lagu lagi. Amazing Grace dan Impossible Dream. Berbalut Tuxedo mereka melantunkan tembang Amazing Grace dengan iringan intrumen tiup khas Skotlandia lengkap dengan citra seorang Stokland yang tengah memainkan alat musik itu.

Comments