Rabu tampaknya menjadi hari kelabu bagiku. Hujan mengguyur Jakarta. Aku kebasahan, karena berlari memaksa untuk pulang pada jam biasa. Berharap bisa bertemu dengan Jingga. Tak apa basah, toh nanti senyuman Jingga seketika bisa menghangatkan jiwa.
Bus hari ini lebih lengang dari hari sebelumnya. Aku sampai-sampai dapat kursi di belakang. Mungkin orang Jakarta kompakan menunggu hujan reda, baru mengejar bus transJakarta. Aku sibuk mengeringkan diri dan ranselku. Kucek apakah hujan berhasil menembus tas dan membasahi laptop putihku. Huh, untung saja, si putih yang masih dalam proses cicilan aman dari air hujan.
Halte Kuningan Timur. sekitar 10 orang diangkut dari situ. Kulihat baik-baik satu persatu wajah mereka. Tak ada Jingga. Kemana dia? Aku menoleh ke belakang, mungkin dia tertinggal di halte, menunggu bus berikutnya. Ah, sayang sudah bus sudah melaju kencang. Orang-orang di halte belakang tak lagi bisa kupandang.
Benar, ini bukan hariku. Langit abu-abu. Tak ada pemandangan sore nan indah yang selama dua hari ini menjadi favoritku. Senyuman wanita senja bernama Jingga dan detik-detik terbenamnya sang surya. Aku sedikit kecewa. Senja ini tak ada Jingga dan langit jingga. Mungkinkah si Jingga hanya muncul ketika cuaca cerah.
Sepanjang perjalanan pulang tanpa Jingga, aku menatap langit biru tua yang seolah meneteskan bulir-bulir air mata. Malam turut berduka, karena aku tak bertemu Jingga. Seharusnya aku suka dengan suasana semacam ini. Suasana malam yang basah. Aku menyukai malam. Suka memandang langit biru tua yang berhias rembulan dan bintang. Malam adalah teman baikku. Ia tak pernah meninggalkanku, bahkan selalu menerangi jalanku.
Jika sudah sampai rumah, aku akan duduk di balkon kamar sembari memandang langit malam. Semilir angin malam yang berhembus kencang, meninggalkan dingin dan ngilu pada tubuhku. Itu membuat bulu kudukku berdiri. Biasanya biar tak merasa dingin, aku imbangi dengan menyeruput secangkir kopi hitam hangat.
Tapi malam ini, aku tak terlalu suka malam. Dalam bus ini aku kedinginan. Kemeja dan celanaku basah kuyup sementara dari sisi atas bus, AC tak henti-hentinya bertiup. Aku menggigil kedinginan. Aku ingin segera turun. Pulang ke rumah dan meminum kopi hitam.
Foto: Google:D
Comments
Post a Comment