Akhirnya... setelah tiga tahun nggak ketemu, semalam saya bertemu dengan kawan lama saya, Arthur. Demi dia saya rela meninggal liputan di Pengadilan Tipikor yang sore itu masih menggelar sidang dengan terdakwa M Nazaaruddin.
Pukul 17.00 WIB, saya meluncur ke Pejaten Village, berharap saya bisa sampai tepat waktu. Malu dong, janjian sama orang Belanda tapi datangnya terlambat.
Saya datang pas jam 17.30 WIB. Celingak-celinguk mencari sesosok pria botak, tinggi dan putih. Pas nggak sengaja nengok ke The Coffee Bean, saya menemukan dirinya. Lagi anteng ngopi, nyemil dan baca majalah.
Arthur nggak menyadari kehadiran saya. Dia masih sibuk baca majalah. Saat saya semakin dekat dengan kursinya, Arthur mendongak dan menyambut kehadiran saya.
Kami berpelukan dan melakukan tradisi cium pipi kanan kiri kanan. Dan kami pun mulai mengobrol. Dari sekadar menanyakan kabar, cerita soal pekerjaan dan lain sebagainya.
Obrolan terpaksa harus dihentikan karena saya harus menulis satu berita Pengadilan. Saya nggak enak banget saat meminta ijin untuk menulis berita. Dia kayaknya lumayan bete dan memutuskan untuk meninggalkan saya sebentar.
Setelah saya selesai menulis satu berita, dia kembali. Tapiiii, ternyata saya harus membuat berita lagi. Saya makin nggak enak. Dia pun memutuskan untuk bertahan menemani saya bekerja sambil bermain laptop.
Mungkin sekitar setengah jam kami berdua sibuk di belakang laptop masing-masing. Selesai menulis berita, saya mematikan laptop. Saya katakan ke dia: kalau masih mau main laptop nggak apa-apa lho. Tapi dia malah ikut menutup laptopnya.
Kami kembali mengobrol. Dan tak lama kemudian, kami memutuskan untuk makan. Saya sebenarnya ingin makan di Radja Ketjil dekat hotelnya. Tapi nanti pulangnya jauh banget. Jadinya kami memutuskan makan di Kemiri.
Arthur memesan sate kambing sementara saya hanya memesan dim sum. Pas makanan datang, kami mengobrol soal konser musik. Lagi asyik-asyiknya mengobrol, redaktur saya BBM dan meminta saya untuk memfollow up berita.
Lagi-lagi saya merasa nggak enak. Tapi ya beginilah kalau jalan dengan wartawan. Harus rela dicuekin saat ada tugas dari editor.
Selesai menelpon nara sumber, eh redaktur sms lagi menyuruh saya untuk telpon orang ICW. Ya Allah, sekali lagi saya nganggurin dia sementara waktu.
Pukul 20.30 WIB, kami akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Kami berpisah, tapi pasti akan bertemu lagi.
Pukul 17.00 WIB, saya meluncur ke Pejaten Village, berharap saya bisa sampai tepat waktu. Malu dong, janjian sama orang Belanda tapi datangnya terlambat.
Saya datang pas jam 17.30 WIB. Celingak-celinguk mencari sesosok pria botak, tinggi dan putih. Pas nggak sengaja nengok ke The Coffee Bean, saya menemukan dirinya. Lagi anteng ngopi, nyemil dan baca majalah.
Arthur nggak menyadari kehadiran saya. Dia masih sibuk baca majalah. Saat saya semakin dekat dengan kursinya, Arthur mendongak dan menyambut kehadiran saya.
Kami berpelukan dan melakukan tradisi cium pipi kanan kiri kanan. Dan kami pun mulai mengobrol. Dari sekadar menanyakan kabar, cerita soal pekerjaan dan lain sebagainya.
Obrolan terpaksa harus dihentikan karena saya harus menulis satu berita Pengadilan. Saya nggak enak banget saat meminta ijin untuk menulis berita. Dia kayaknya lumayan bete dan memutuskan untuk meninggalkan saya sebentar.
Setelah saya selesai menulis satu berita, dia kembali. Tapiiii, ternyata saya harus membuat berita lagi. Saya makin nggak enak. Dia pun memutuskan untuk bertahan menemani saya bekerja sambil bermain laptop.
Mungkin sekitar setengah jam kami berdua sibuk di belakang laptop masing-masing. Selesai menulis berita, saya mematikan laptop. Saya katakan ke dia: kalau masih mau main laptop nggak apa-apa lho. Tapi dia malah ikut menutup laptopnya.
Kami kembali mengobrol. Dan tak lama kemudian, kami memutuskan untuk makan. Saya sebenarnya ingin makan di Radja Ketjil dekat hotelnya. Tapi nanti pulangnya jauh banget. Jadinya kami memutuskan makan di Kemiri.
Arthur memesan sate kambing sementara saya hanya memesan dim sum. Pas makanan datang, kami mengobrol soal konser musik. Lagi asyik-asyiknya mengobrol, redaktur saya BBM dan meminta saya untuk memfollow up berita.
Lagi-lagi saya merasa nggak enak. Tapi ya beginilah kalau jalan dengan wartawan. Harus rela dicuekin saat ada tugas dari editor.
Selesai menelpon nara sumber, eh redaktur sms lagi menyuruh saya untuk telpon orang ICW. Ya Allah, sekali lagi saya nganggurin dia sementara waktu.
Pukul 20.30 WIB, kami akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Kami berpisah, tapi pasti akan bertemu lagi.
Comments
Post a Comment