Bergaya a la Sun Gho Kong |
Saya mengingatnya kembali bukan karena melihat foto-foto di Jepang, melainkan karena saya membersihkan kuku memakai kartu nama.
Satu kali, di dalam bis, Yoshie mengajarkan bagaimana cara bertukar kartu nama a la Jepang. Sebenarnya standar saja. Tapi yang membuat sesi ini menarik adalah saat Yoshie menyindir soal kebiasan yang kerap dilakukan terhadap kartu nama.
Coba tebak apa? Ya, menjadikannya sebagai tootpick dan pembersih kuku. Gara-gara ini, saya jadi ingin cerita soal Yoshie.
Kali pertama bertemu Yoshie adalah di lobi Hotel Grand Pacific La Daiba, tempat saya menginap.Yoshie dengan hangat menyambut kedatangan saya dan rekan saya, Mas Efendi. Yoshie memamerkan kemampuan berbahasa Indonesia yang pas-pasan. Kata dia, beberapa kata dalam bahasa Indonesia itu dia pelajari dari sekumpulan orang Indonesia yang ia pandu selama di Jepang beberapa tahun lalu.
Hal yang betul-betul berkesan dari sosok Ibu berambuk cepak ini adalah keramahan dan kelucuannya.
Yoshie ramah dengan semua peserta tur. Ia bisa berkomunikasi dengan baik dengan peserta dari negara manapun.
Dalam bus, Yoshie tidak pernah kehabisan akal untuk menghidupkan suasana. Selalu saja ada ide-ide cemerlang yang dimunculkan dalam bus. Entah itu penjabaran soal kebudayaan Jepang, diskusi mengenai hal ringan, lelucon, hingga mengajari kami beberapa kata dalam bahasa Jepang.
Yoshie juga baik hati. Ia suka membagikan permen dan coklat selama dalam perjalanan. Bahkan, di akhir perjalanan, Yoshie secara khusus menuliskan nama peserta tur dengan huruf kanji dan memberitahukan artinya.
Hadiah dari Yoshie |
Hari terakhir saya di Jepang, Yoshie mengantar hingga bandara. Padahal, saya dan Mas Efendi bisa pergi ke bandara menggunakan taksi yang sudah disiapkan panitia.
Tapi Yoshie tetap mau mengantar kami sampai bandara hingga kami check in.
Terharu dengan kebaikan Yoshie, saya dan Mas Efendi ingin memberikan ucapan terima kasih namun dalam bentuk barang.
Mas Efendi mengusulkan untuk membeli kamus Jepang-Indonesia untuk Yoshie. Yaaa, kamus itu akan sangat berguna untuk Yoshie yang berprofesi sebagai pemandu wisata.
Setelah kamus kami dapatkan, kami berusaha mencari Yoshie. Karena tak kunjung menemukannya, kami meminta bantuan bagian informasi untuk memanggil Yoshie.
Tak lama berselang, Yoshie muncul. Ia agak panik. Ia kira terjadi sesuatu yang buruk terhadap kami berdua. Akan tetapi wajah paniknya berubah menjadi haru ketika kami memberikan kamus tersebut. Yoshie berkaca-kaca. Ia tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih.
Kami mengobrol lagi sebentar dan kemudian berpisah. Kami meninggalkan Yoshie di lobi Bandara Kansai. Sebelum berpisah, Yoshie menanyakan apakah kami masih ingat dengan gate yang kami tuju. Haha, dia khawatir saya dan Mas Efendi tersasar.
Itulah Yoshie. Hangat, ramah, lucu dan baik hati. Mudah-mudahan, jika ada kesempatan, saya ingin bertemu lagi dengan pemandu wisata terbaik versi saya dan Mas Efendi.
Comments
Post a Comment