Bulan ini, empat tahun lalu saya menghadiri pameran di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis.
Eksebisi unik karena yang dipamerkan bukan lukisan, foto atau patung. Tapi bercarik-carik kertas yang menempel di ruang pamer.
Bukan kertas biasa pastinya. Ini adalah kertas yang ditulisi oleh pesan mengkritik, menyindir, lucu, konyol dan kadang bikin saya mikir: ini maksudnya apa ya?
Pesan itu ditulis oleh gadis bernama Loesje. Bukan anak gadis sungguhan sih. Loesje hanyalah nama yang digunakan oleh tujuh orang kreatif di Arnhem Belanda yang ingin berunjuk rasa bukan dengan otot tapi melalui otak. Bukan dengan berdemo di jalan raya, tapi bisa dilakukan dari rumah. Ya, aksi melalui jalan yang positif.
24 November 1983, lahirlah Loesje: sebentuk kreatifitas yang awalnya dimaksudkan untuk mengkririk kebijakan pemerintah Belanda di tahun '80an.
Mereka menuliskan teks pendek, tak lebih dari sepuluh kata di secarik kertas yang ditandangani atas nama Loesje. Isi teksnya mengkritisi pemerintah tapi dengan cara yang lucu dan menggelitik.
Gerakan menuliskan teks semacam itu menyebar di seluruh Belanda. Kelompok-kelompok kecil Loesje mulai tumbuh subur di sejumlah wilayah. Isi teksnya pun berkembang ke arah menyuarakan aspriasi. Unsur humor kritis tentunya masih menjadi pakem teks-teks Loesje.
Tak hanya di Belanda, Loesje menjamur hingga ke 25 negara di berbagai belahan dunia.
Hebat ya kreatifitas orang Belanda sampai menciptakan gerakan yang mendunia.
Nah, kalau jaman sekarang Loesje ini mungkin seperti twitter. Atau jangan-jangan twitter terinspirasi Loesje? Who knows ya. Soalnya pakemnya mirip: teks singkat dan kebebasan bersuara dan berekspresi. Mau melontarkan kritik silahkan, mau ngelucu silahkan, mau curhat juga boleh. Bahkan di Timur Tengah, kekuatan kata-kata di twitter bisa menumbangkan rezim otoriter yang sudah sekian puluh tahun berkuasa.
Anyway, meski sudah ada media freedom of speech and expression semacam twitter, tapi Loesje masih bertahan. Tema Loesje sekarang juga jadi lebih universal. Nggak sedikit yang bikin teks soal permasalahan sekolah sampai permasalahan hati.
Di 25 negara itu, Loesje masih terlihat menempel di dinding bahkan di badan tong sampah. Coba deh kalau punya kesempatan ke Belanda atau Jerman, lihat kanan kiri siapa tahu ada pesan dari Loesje menempel di tembok. Baca, resapi dan tersenyumlah (atau mungkin tertawalah).
Loesje masih suka bikin workshop dan mempublikasikan teksnya. Oh ya, di Arnhem Belanda malah diijinkan untuk melihat sekaligus berpartisipasi dalam proses kreatif pembuatan teks Loesje.
Setiap perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia pada 3 Mei ini, Loesje juga menjadikannya sebagai World Sticking Day. Melalui gerakan ini Loesje mau mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak dasar kita sebagai manusia.
Loesje akan banyak menempelkan poster yang mengutarakan pendapat, gagasan, aspirasi, kritik terhadap berbagai macam hal.
Pokoknya, harinya kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Kita juga bisa jadi Loesje dan mengikuti gerakannya. Kalau saya membuat poster ini dalam rangka Hari Kebebasan Pers Sedunia:
Semoga yang baca nyengir, geleng-geleng dan mengerti maksud saya :)
Selamat Hari Pers Sedunia :)
Eksebisi unik karena yang dipamerkan bukan lukisan, foto atau patung. Tapi bercarik-carik kertas yang menempel di ruang pamer.
Bukan kertas biasa pastinya. Ini adalah kertas yang ditulisi oleh pesan mengkritik, menyindir, lucu, konyol dan kadang bikin saya mikir: ini maksudnya apa ya?
Contoh Loesje yang dipamerkan empat tahun lalu |
24 November 1983, lahirlah Loesje: sebentuk kreatifitas yang awalnya dimaksudkan untuk mengkririk kebijakan pemerintah Belanda di tahun '80an.
Mereka menuliskan teks pendek, tak lebih dari sepuluh kata di secarik kertas yang ditandangani atas nama Loesje. Isi teksnya mengkritisi pemerintah tapi dengan cara yang lucu dan menggelitik.
|
Tak hanya di Belanda, Loesje menjamur hingga ke 25 negara di berbagai belahan dunia.
Hebat ya kreatifitas orang Belanda sampai menciptakan gerakan yang mendunia.
Nah, kalau jaman sekarang Loesje ini mungkin seperti twitter. Atau jangan-jangan twitter terinspirasi Loesje? Who knows ya. Soalnya pakemnya mirip: teks singkat dan kebebasan bersuara dan berekspresi. Mau melontarkan kritik silahkan, mau ngelucu silahkan, mau curhat juga boleh. Bahkan di Timur Tengah, kekuatan kata-kata di twitter bisa menumbangkan rezim otoriter yang sudah sekian puluh tahun berkuasa.
Pic from here |
Pic from here |
Loesje masih suka bikin workshop dan mempublikasikan teksnya. Oh ya, di Arnhem Belanda malah diijinkan untuk melihat sekaligus berpartisipasi dalam proses kreatif pembuatan teks Loesje.
Setiap perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia pada 3 Mei ini, Loesje juga menjadikannya sebagai World Sticking Day. Melalui gerakan ini Loesje mau mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak dasar kita sebagai manusia.
Loesje akan banyak menempelkan poster yang mengutarakan pendapat, gagasan, aspirasi, kritik terhadap berbagai macam hal.
Pokoknya, harinya kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Kita juga bisa jadi Loesje dan mengikuti gerakannya. Kalau saya membuat poster ini dalam rangka Hari Kebebasan Pers Sedunia:
Jangan Ada Pengusaha Di Meja Redaksi Kita
Loesje
Selamat Hari Pers Sedunia :)
hehe, geleng2 atau jadi emosi nih si pengusahanya...
ReplyDelete