Keep Calm and Cut Yourself

Orang Jakarta (atau mungkin pendatang) makin kreatif saja dalam menghasilkan uang. Berbagai cara ditempuh untuk bisa membuat perut keroncong jadi kenyang. Ada yang berusaha sekuat tenaga, mendayagunakan segala kemampuan dan pikiran. Ada yang cuma menggantungkan nasibnya kepada orang-orang alias minta-minta. 

Nah, tukang minta-minta. Tukang minta-minta yang saya maksud di sini merujuk pada orang (laki-laki, perempuan, tua, muda) yang meminta belas kasihan orang lain agar mendapatkan sejumlah uang. Biasanya mereka bisa ditemukan di angkutan umum, jalanan maupun rumah makan. Mereka bukan pengamen yang setidaknya berusaha menghibur. Mereka cuma mengandalkan tampang memelas, atau yang sedang tren sekarang, tampang sangar mengintimidasi yang membuat orang terpaksa lempar koin. 

Kehadiran mereka semakin meresahkan. Saya selalu was-was kalau naik angkutan umum tiba-tiba ada segerombolan pemuda berpenampilan lusuh, dekil, bau, bertato, bertindik (sorry buat kelompok yang berpenampilan serupa, saya tak bermaksud menuduh). Normalnya mereka bertiga atau berempat. Satu orang akan memulai "pidato minta-minta" mereka dengan nada yang tidak menyenangkan. Dua orang sisanya biasanya cuma bertugas menimpali omongan peminta-minta utama. Biar kesan mencekam dalam bis semakin terbangun.

"Bapak, Ibu, Tante, Oom, kami datang baik-baik. Kami minta belas kasihannya ya Bapak, Ibu, Tante, Oom daripada kami mencuri, menjambret, merampok, menodong. Uang Rp500 atau Rp1000 nggak akan buat Bapak, Ibu, Tante, Oom jatuh miskin," 

Gitu deh kira-kira template pidato standar tukang minta-minta di angkutan umum. Saya sih nggak pernah mau ngasih mereka satu rupiah pun uang saya. Kenapa? Mereka masih muda! Usia mereka masih produktif. Mereka saja yang malas. Mereka bisa kok melakukan pekerjaan yang normal tanpa harus minta-minta dengan mengintimidasi seperti itu. Jadi kuli panggul di pasar, jadi supir tembak, jadi cleaning service, jadi tukang sapu jalanan, jadi apa kek yang tidak merendahkan diri meminta belas kasihan orang lain.

Kalau dikasih uang, menurut saya justru membenarkan kegiatan minta-minta mereka. Semakin memberikan pandangan kepada calon peminta-minta bahwa meminta-minta itu adalah pekerjaan yang nggak cape tapi menjanjikan. Makin menjamur deh tukang minta-minta jadinya.

Saya meyakini apabila tukang minta-minta dikasih uang, pasti uang mereka digunakan untuk beli rokok dan beli minuman. Apalagi saya pernah mendapati segerombolan peminta-minta itu dalam keadaan mabok. Saya bisa cium bau alkohol ketika mereka berkoar-koar dalam bus. Satu dari anggota gerombolan itu, seorang perempuan, saking maboknya sampai nggak kuat berdiri dan akhirnya terjatuh. Tuh, duit hasil minta-minta untuk beli minum. 
Pic from here
Dan ini kejadiann dengan tukang minta-minta yang paling gila yang pernah saya alami. Tukang minta-minta yang merasa dirinya Master Limbad. Dia unjuk kebolehan mengiris-iris lengannya dengan silet. Damn. Sakit jiwa nih anak kecil. Tadi malam saya menjumpai atraksi minta-minta paling mencengangkan itu. 

Si bocah berponi lempar itu awalnya masuk ke bus dengan baik-baik. Mukanya simpatik. Tapi begitu satu kata terlontar dari mulutnya, ekspresinya langsung berubah menjadi memelas sekaligus mengancam. Preambul standar minta-minta ia ucapkan. Sejurus kemudian, ia mengeluarkan silet dan kertas dari dalam saku celananya. Ia sobek-sobek kertas itu dengan silet sembari jalan mondar-mandir di depan penumpang. Setelah kemballi ke bagian depan bus dan kertas yang disilet habis, si anak mulai menyilet lengannya. Darah segar bercucuran dari luka menganga akibat irisan benda tajam itu. 

Huaaahhh, saya langsung memalingkan muka. Ibu-Ibu di depan saya juga, dan hampir seluruh penumpang meringis menyaksikan aksi menyilet diri si bocah. Ada seorang Ibu yang buru-buru memberikan selembar uang Rp2000 ke tangan si bocah karena tak tahan melihat darah yang terus bercucuran atau takut disilet oleh si bocah.

Saya kasih uang? Enggak? Memang dengan mengiris lengannya bisa membuat orang bersimpati untuk memberikan uang? Bukannya simpati, saya malah kasihan. Tapi kasihan nggak serta merta membuat saya memberikan uang. Dan penumpang lain tampaknya sependapat dengan saya. Tidak ada yang memberikan uang kepada si bocah kecuali si Ibu tadi. 

Cah.. cah.. cari uang sampai segitunya ya. Sampai harus melukai diri sendiri untuk bisa mendapatkan sesuap nasi. Duh, kerasnya kehidupan kota Jakarta. 

Kenapa nggak nyanyi aja cah? Modalnya cuma botol yakult kosong diisi beras lalu ditutup pakai plastik dan karet. Bernyanyilah dan niscaya penumpang akan lebih menghargai anda meminta dengan cara seperti itu daripada melukai diri. Seribu, dua ribu rupiah bisa anda dapatkan dari penumpang yang bersimpati padamu.

Memang sih kadang nyanyi saja nggak digubris oleh penumpang bus. Lagian, kalau nyanyi yang atraktif, pede dan jangan malu-malu. Saya jujur malas kasih uang ke pengamen yang nyanyinya nggak niat. 

Kalau saya, nggak segan-segan kasih Rp2000 jika saya merasa terhibur oleh si pengamen. Kayak tadi contohnya, ada pengamen terdiri dari dua orang pria. Satu main gitar dan satunya lagi biola. Saat mereka mulai main musiknya, saya copot earphone saya dan mendengarkan musik instrumental yang mereka mainkan. Sebagai ganjaran atas hiburan yang mereka suguhkan, saya hadiahi mereka Rp2000. 

Nah, pengamen tuh harus begitu. Harus punya "sesuatu" yang bikin penumpang terketuk untuk merelakan recehannya keluar dari dompet. Pertama, harus ada niat dan semangat. Kedua, sekali-kali nyanyikan lagu-lagu yang non Dahsyat, Inbox dan Derings. Ketiga, multi instrumen. Nggak cuma gitar saja, tapi drum, biola, banjo kalau perlu harpa diboyong ke dalam bus (ngarang banget).

Kan, saya melalar-lalar dari soal pekerjaan, tukang minta-minta sekarang malah kasih tip dan trik kepada pengamen agar bisa meraup receh dari penumpang.

Intinya no pain no gain hendaknya tidak diartikan secara harfiah oleh si bocah (kayak si bocah tahu moto itu saja). Ngamen saja dek, daripada nyilet diri. Semoga si bocak baik-baik saja, nggak tetanus gara-gara silet yang nggak steril.

Sebelum tidur mari berdoa semoga anak-anak di Indonesia semuanya bisa mengenyam pendidikan hingga bangku SMA dan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Tidak perlu lagi meminta-minta atau ngamen di jalanan. (Nggak nyambung, tapi disambung-sambungin sajalah)

Selamat malam. Selamat beristirahat. Besok Minggu (dan saya harus kerja).

Comments