Atas ajakan Arthur, malam ini saya kembali ke dunia seni. Tsaaah... Gaya yaa. Situ artis, Boy? Hehe bukanlah. Cuma penikmat saja. Jadi maksud kembali ke dunia seni adalah saya menonton pertujukan seni.
Rasanya sudah lama saya nggak menginjakan kaki di pusat kesenian di Jakarta. Terakhir kali kalau tidak salah pertunjukan tunggal gitaris asal Spanyol. Itupun lagi-lagi lantaran diajak oleh Arthur.
Adalah pertunjukan tari balet modern asal Belanda yang membawa saya ke Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) malam ini. Introdans, nama grup penari balet asal kota Arnhem tersebut. Mereka membawakan tarian bertajuk: Spirit of Dance.
Pertunjukan terbagi atas empat tarian. Dan menurut saya yang paling bagus adalah dance routine terakhir yang diberi judul Messiah. Epic!
Dengan durasi 40 menit, bagian ini benar-benar memesona. Dalam hal tarian, tata busana, tata panggung, tata musik dan efek sungguh berhasil membuat saya menyondongkan badan ke depan selama pertunjukan berlangsung.
Saya nggak berani bicara soal teknik menari, karena memang saya tak paham. Tapi saya bisa merasakan penjiwaan yang begitu mendalam di setiap gerakan penari. Tubuh mereka seolah sudah menyatu dengan musik, sehingga setiap gerakan begitu pas dengan ritme musik.
Sebuah tarian merupakan sebuah cerita melalui gerakan. Di bagian ini, ada beberapa cerita. Satu yang saya tangkap adalah tentang perselingkuhan. Dimana ada dua penari pria memperebutkan satu penari wanita. Si wanita diceritakan mati dan kemudian bangkit dari kematiannya.
Adegan kebangkitan si perempuan digambarkan dengan kehadiran seorang pria menggunakan rok super lebar. Rok putih tersebut dikibas-kibaskan sedemikian rupa. Awalnya membentuk semacam kelopak bunga, tapi di akhir tampak seperti sebuah lingkaran.
Gerakan tari semacam ini muncul berkali-kali. Ada kalanya mereka hanya menjadi latar para penari utama. Penari berseragam rok putih nan lebar mondar-mandir di bagian paling ujung panggung yang dilapisi semacam plastik (mika) transparan bermotif tetesan hujan.
Terkadang, lampu bagi depan panggung dipadamkan sehingga hanya terlihat siluet gemulai para penari. Sementara di bagian belakang panggung (yang dibatasi oleh mika transparan) lampu menyorot dengan intens para penari mengibas-kibaskan roknya.
Dalam hal tata musik, bagian ini menggunakan musik karya Georg Friedrich Handel yang dibawakan oleh The Academy of Ancient Music. Musiknya, kalau kata saya seperti musik-musik jaman dulu. Musik jaman 1800an yang dinyanyikan secara seriosa dan koor (anak-anak). Terkadang terdengar sendu menyedihkan, tak jarang ceria.
Bagian terindah dari Messiah adalah manakala hampir semua penari kompak berseragam rok putih lebar. Mereka mengibas-ibaskan rok lebarnya membentuk sebuah formasi mencipta efek menggelombang. Epic!!
Messiah boleh jadi pertunjukan yang epic. Namun favorit saya adalah Palimpsest. Tarian dengan musik riang oleh empat pria. Diawali oleh seorang pria bergerak-gerak genit mengikuti irama musik. Tak lama, muncul satu pria lagi, satu lagi dan satu pria terakhir. Keempat pria itu menari beringingan, susul menyusul gerakan dan pada akhirnya bergoyang serempak.
Penjiwaan luar biasa Laurent Drousie, Filippo Pelacchi, Pascal Schut dan Marc Beaugendre merupakan alasan saya memfavoritkan tarian ini. Mereka berhasil menanggalkan kemachoan dan bertranformasi menjadi sosok genit dan centil. Love it!
Tarian pembuka, yaitu Fugas juga menarik. Penonton dibawa hanyut dalam kesenduan, kesedihan yang ditunjukan melalui musik, gerakan dan ekspresi para penari.
Terakhir, Cor Perdut. Ditarikan oleh sepasang pria dan wanita. Nampaknya kisah yang dibawa dalam tarian ini mengenai cinta. Terlihat dari keceriaan musik perpaduan Maroko, Spanyol dan India. Sementara dalam hal gerakan mengingatkan saya pada tarian India.
Yang patut diapreasiasi dari 4 tarian ini adalah kostum. Mereka cenderung menggunakan warna tanah; coklat, krem, terakota dan hitam.
Pada tarian pertama, para penari dibalut kostum balet senada dengan warna tubuh. Seolah-olah mereka tak berbusana. Namun di sisi lain, lekuk, liuk tubuh di setiap gerakan para penari terlihat sempurna.
Tarian kedua, empat penari pria mengenakan seragam balet bermotif percikan warna-warna tanah. Sebenarnya agak mirip corak tie die. Dengan busana ini, para penari tampak seperti tubuhnya dilumuri oleh lumpur.
Nah, kostum di tarian ketiga juga menarik. Si pria mengenakan celana panjang warna terakota agak ke merah jambu sementara si wanita gaun dengan rok lebar terakota.
Kostum terakhir, sebenarnya tak jauh berbeda dengan pertama. Kostum balet warna tubuh namun kali ini dipadankan dengan warna hitam. Jangan lupakan rok lebar putih yang dikenakan baik penari wanita maupun pria. Yang menjadikan kostum ini special ada perpotongan warna yang pintar antara krem and hitam di kostum para penari wanita.
Ini yang paling penting dalam pertunjukan tari Introdans. Suguhan bokong-bokong seksi para penari pria. Ya Tuhan, betapa indah ciptaanmu. Termasuk golongan umat yang tidak mensyukuri kreasi Tuhan, pabila tidak tercengang, menelan ludah, menggelengkan kepala menyaksikan aksi pria Introdans. Haha.. Tapi saya serius. Bokong para penari pria ini sungguhhhhhh seksi.
Anyway, saya masih penasaran dengan pertunjukan Introdans lainnya. Di Youtube, saya menyaksikan pertunjukan Introdans yang lebih dahsyat. Dimana tata lampu dan efek digital dipadukan dengan tarian.
Menonton Spirit of Dance ini serasa menyaksikan acara tv favorit saya: So You Think You Can Dance secara langsung.
Bravo Introdans!
PS: Semua foto milik Dhemas, Fotografer Tempo yang kebetulan meliput pagelaran ini. Thanks Dhemas ;)
Rasanya sudah lama saya nggak menginjakan kaki di pusat kesenian di Jakarta. Terakhir kali kalau tidak salah pertunjukan tunggal gitaris asal Spanyol. Itupun lagi-lagi lantaran diajak oleh Arthur.
Adalah pertunjukan tari balet modern asal Belanda yang membawa saya ke Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) malam ini. Introdans, nama grup penari balet asal kota Arnhem tersebut. Mereka membawakan tarian bertajuk: Spirit of Dance.
Pertunjukan terbagi atas empat tarian. Dan menurut saya yang paling bagus adalah dance routine terakhir yang diberi judul Messiah. Epic!
Dengan durasi 40 menit, bagian ini benar-benar memesona. Dalam hal tarian, tata busana, tata panggung, tata musik dan efek sungguh berhasil membuat saya menyondongkan badan ke depan selama pertunjukan berlangsung.
Saya nggak berani bicara soal teknik menari, karena memang saya tak paham. Tapi saya bisa merasakan penjiwaan yang begitu mendalam di setiap gerakan penari. Tubuh mereka seolah sudah menyatu dengan musik, sehingga setiap gerakan begitu pas dengan ritme musik.
Sebuah tarian merupakan sebuah cerita melalui gerakan. Di bagian ini, ada beberapa cerita. Satu yang saya tangkap adalah tentang perselingkuhan. Dimana ada dua penari pria memperebutkan satu penari wanita. Si wanita diceritakan mati dan kemudian bangkit dari kematiannya.
Adegan kebangkitan si perempuan digambarkan dengan kehadiran seorang pria menggunakan rok super lebar. Rok putih tersebut dikibas-kibaskan sedemikian rupa. Awalnya membentuk semacam kelopak bunga, tapi di akhir tampak seperti sebuah lingkaran.
Gerakan tari semacam ini muncul berkali-kali. Ada kalanya mereka hanya menjadi latar para penari utama. Penari berseragam rok putih nan lebar mondar-mandir di bagian paling ujung panggung yang dilapisi semacam plastik (mika) transparan bermotif tetesan hujan.
Terkadang, lampu bagi depan panggung dipadamkan sehingga hanya terlihat siluet gemulai para penari. Sementara di bagian belakang panggung (yang dibatasi oleh mika transparan) lampu menyorot dengan intens para penari mengibas-kibaskan roknya.
Dalam hal tata musik, bagian ini menggunakan musik karya Georg Friedrich Handel yang dibawakan oleh The Academy of Ancient Music. Musiknya, kalau kata saya seperti musik-musik jaman dulu. Musik jaman 1800an yang dinyanyikan secara seriosa dan koor (anak-anak). Terkadang terdengar sendu menyedihkan, tak jarang ceria.
Bagian terindah dari Messiah adalah manakala hampir semua penari kompak berseragam rok putih lebar. Mereka mengibas-ibaskan rok lebarnya membentuk sebuah formasi mencipta efek menggelombang. Epic!!
Messiah boleh jadi pertunjukan yang epic. Namun favorit saya adalah Palimpsest. Tarian dengan musik riang oleh empat pria. Diawali oleh seorang pria bergerak-gerak genit mengikuti irama musik. Tak lama, muncul satu pria lagi, satu lagi dan satu pria terakhir. Keempat pria itu menari beringingan, susul menyusul gerakan dan pada akhirnya bergoyang serempak.
Penjiwaan luar biasa Laurent Drousie, Filippo Pelacchi, Pascal Schut dan Marc Beaugendre merupakan alasan saya memfavoritkan tarian ini. Mereka berhasil menanggalkan kemachoan dan bertranformasi menjadi sosok genit dan centil. Love it!
Tarian pembuka, yaitu Fugas juga menarik. Penonton dibawa hanyut dalam kesenduan, kesedihan yang ditunjukan melalui musik, gerakan dan ekspresi para penari.
Terakhir, Cor Perdut. Ditarikan oleh sepasang pria dan wanita. Nampaknya kisah yang dibawa dalam tarian ini mengenai cinta. Terlihat dari keceriaan musik perpaduan Maroko, Spanyol dan India. Sementara dalam hal gerakan mengingatkan saya pada tarian India.
Yang patut diapreasiasi dari 4 tarian ini adalah kostum. Mereka cenderung menggunakan warna tanah; coklat, krem, terakota dan hitam.
Pada tarian pertama, para penari dibalut kostum balet senada dengan warna tubuh. Seolah-olah mereka tak berbusana. Namun di sisi lain, lekuk, liuk tubuh di setiap gerakan para penari terlihat sempurna.
Tarian kedua, empat penari pria mengenakan seragam balet bermotif percikan warna-warna tanah. Sebenarnya agak mirip corak tie die. Dengan busana ini, para penari tampak seperti tubuhnya dilumuri oleh lumpur.
Nah, kostum di tarian ketiga juga menarik. Si pria mengenakan celana panjang warna terakota agak ke merah jambu sementara si wanita gaun dengan rok lebar terakota.
Kostum terakhir, sebenarnya tak jauh berbeda dengan pertama. Kostum balet warna tubuh namun kali ini dipadankan dengan warna hitam. Jangan lupakan rok lebar putih yang dikenakan baik penari wanita maupun pria. Yang menjadikan kostum ini special ada perpotongan warna yang pintar antara krem and hitam di kostum para penari wanita.
Ini yang paling penting dalam pertunjukan tari Introdans. Suguhan bokong-bokong seksi para penari pria. Ya Tuhan, betapa indah ciptaanmu. Termasuk golongan umat yang tidak mensyukuri kreasi Tuhan, pabila tidak tercengang, menelan ludah, menggelengkan kepala menyaksikan aksi pria Introdans. Haha.. Tapi saya serius. Bokong para penari pria ini sungguhhhhhh seksi.
Anyway, saya masih penasaran dengan pertunjukan Introdans lainnya. Di Youtube, saya menyaksikan pertunjukan Introdans yang lebih dahsyat. Dimana tata lampu dan efek digital dipadukan dengan tarian.
Menonton Spirit of Dance ini serasa menyaksikan acara tv favorit saya: So You Think You Can Dance secara langsung.
Bravo Introdans!
PS: Semua foto milik Dhemas, Fotografer Tempo yang kebetulan meliput pagelaran ini. Thanks Dhemas ;)
Comments
Post a Comment