Selamat Menikah Fedi


Siang itu pukul 13.00 WIB di tanggal 12 Januari, saya terperanjat. Sebuah foto yang dikirim seorang kawan membuat leher saya tercekat. Rasa terkejut itu seolah-olah menciptakan sebuah partisi di lubang tenggorokan yang menyebabkan saya kesulitan bicara sekaligus bernafas (Sis, lebay banget siiis! Biarin aja sih).

Foto sebuah undangan pernikahan yang mencantumkan nama pria idaman saya bersanding dengan nama wanita lain. Pria yang selama ini saya idolakan pada akhirnya menikah. Ia akan melepas masa lajangnya pada akhir pekan ini, di Balai Sudirman, Jakarta. Dari informasi waktu dan lokasi pernikahan, pembaca yang budiman tentu sudah bisa menerka siapa pria yang membuat tidak hanya saya, namun ratusan perempuan di luar sana patah hati. Benar, ia adalah Fedi Nuril, model, aktor, pemain band dan juga sosok ideal calon suami para wanita Indonesia.

Sudah ya dramanya. Saya nggak sanggup meneruskannya. Bikin geli bacanya. Hehe! Tapi ini benar sebuah fakta. Saya sejak.. kapan ya.. hmm.. lupa, mengidolakan pria asal Bukit Tinggi ini (kalau nggak salah ya. Kalau salah ya maafkan saja).

Buat sebagian orang Fedi mungkin tidak terlalu tampan jika dibandingkan dengan Nicholas Saputra, Chicco Jericho, Rio Dewanto atau deretan selebritas pria lainnya. Kulit pemain film Surga Yang Tak Dirindukan ini juga tak semulus dan sekinclong artis kebanyakan. Kulitnya cenderung gelap, eksotis.

Gaya rambutnya pun itu-itu saja. Tidak ikut-ikutan dibuat klimis atau dipakaikan pomade yang lagi ngetren itu. Busana yang dikenakannya juga biasa. Bahkan dalam sejumlah kesempatan, seperti premier film, Fedi cuek hanya memakai jaket krem dan celana jins. Poin terakhir, yang juga penting, Fedi tidak genit mengoleskan lipbalm atau lipgloss untuk menjaga kelembaban bibirnya. Pria berusia 33 tahun ini membiarkan bibirnya kering pecah-pecah.

Lantas apa yang membuat Fedi begitu digilai perempuan Indonesia, termasuk saya?

Ya ketidaksempurnannya yang saya sebutkan di atas itu menjadi salah satu daya tarik utama seorang Fedi Nuril. Fedi bak sosok pria biasa, yang bisa dijumpai di lingkungan sekitar kita. Tak ada sekat bahkan jurang yang biasa memisahkan artis dan penggemarnya. Fedi selayaknya seorang teman kita sendiri.

Upaya Fedi menjadi orang biasa tampak jelas di akun twitternya. Pria yang disapa Mandi oleh keponakannya ini selalu menyisihkan waktu untuk membalas twit dari penggemarnya. Entah itu sekedar mengucapkan terima kasih karna sudah menonton film yang dibintanginya, menjawab rumor percintaannya, hingga memberikan petuah dan nasihat yang berhubungan dengan agama.

Nah, soal agama juga menjadi  magnet Fedi. Ia fasih berbicara soal agama. Tak hanya itu saja, pemain film Garasi ini juga pernah menjadi imam di sebuah masjid besar di Mekah atau Madinah sana. Wanita mana yang tak luluh hatinya melhat pria menjadi imam di masjid besar? Semakin ideallah sosok Fedi sebagai imam keluarga.

Terakhir, peran-peran yang dimainkan Fedi di film membantu membangun citranya sebagai lelaki idaman nan ideal. Di film Ayat-Ayat Cinta, Surga Yang Tak Dirindukan, Supernova dan Ayah, karkater Fedi menggambarkan sosok suami yang luar biasa.

Saya kasih contoh di film Surga Yang Tak Dirindukan. Fedi berperan jadi seorang suami yang sayang istri dan anak, namun juga mau mengulurkan tangan untuk wanita lain. Bahkan sampai dinikahi. Di film Ayah (saya nggak suka akting Fedi di sini), Fedi kembali menjadi suami yang ditinggal istrinya dan berjuang membesarkan anaknya yang menderita kanker otak seorang diri. Suami setia sayang anak, wanita mana yang bisa menolak?

Setahun mencicipi peliputan lifestyle, saya sempat beberapa kali bertemu dengan Fedi. Sebagai pengemarnya, saya ingin sekali berfoto bersama sang idola. Namun apa yang terjadi, saya dilanda starstruck.

Jadi begini ceritanya. Saat itu, MD Entertainment menggelar konferensi pers teaser film Surga Yang Tak Dirindukan. Saat teaser itu diputarkan, alih-alih sibuk menonton, saya malah asyik memperhatikan gerak-gerik Fedi. Setelah acara usai, saya mewawancarainya bersama rekan-rekan jurnalis lainnya.

Saya berdiri tepat di depannya. Karna harus mencatat langsung jawaban-jawabannya di ponsel, maka saya tidak memandangnya. Hmm.. sebenarnya saya grogi berada sedekat itu dengan Fedi. Dan bodohnyaa.. saya tak henti-hentinya tersenyum mendengarkan suara Fedi. Mungkin muka ketika itu sudah merah merona.

Wawancara selesai, saya meminta kepada seorang kawan untuk mengambil foto saya berdua dengan Fedi. Tapi, setelah Fedi diwawancara, makan dan berbincang dengan pihak MD, saya tidak berani untuk maju mengucapkan: Fedi, boleh minta foto bareng nggak?

Hilanglah kesempatan foto bersama. Kesempatan lainnya juga lenyap begitu saja. Kali ini disebabkan oleh gerombolan perempuan yang mengantri panjang untuk berfoto dengannya. Ah sudahlah tak apa.

Meski belum kesampaian untuk foto bersama (dan memikat hatinya), saya (tidak mewakili barisan sakit hati lainnya) mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepada Fedi Nuril. Semoga bisa membangun keluarga sakinah mawardah warohmah. 

16.01.2016
10.38

Kiky


*Foto milik Aditia Noviansyah/Tempo.co

Comments